BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan
kepercayaan terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa, atau
supernatural yang berpengaruh terhadap kehidupan individ dan masyarakat, bahkan
terhadap gejala alam, kepercayaan itu menimbulkan perilaku tertentu, seperti
berdoa memuja dan lainya, serta menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa
takut, rasa optimis, pasrah dan lainnya dari individu dan masyarakat yang
mempercayainya.
Kepercayaan beragama yan bertolak
dari kekuatan gaib ini tampak aneh, tidak alamiah dan tidak rasional dalam
pandangan individu dan masyarakat modern
yang selalu dipengaruhi oleh pandangan bahwa sesuatu diyakini ada kalau konkret,
alamiah atau terbukti scar impirik dan ilmiah.
Namum demikian kehidupan beragama
adalah kenyataan hidup manusia yang ditemukan sepanjang sejarah masyarakat dan
kehidupan pribadinya. Ketergantungan individu dan masyarakat kepada kekuatan
gaib ditemukan dari jaman purba sampai zaman modern ini. Kepercayaan itu
diyakini kebenarannya sehingga ia menjadi kepercayaan keagamaan atau
kepercayaan religious.
Semua ini menunjukkan bahwa
kehidupan beragama aneh tapi nyata, dan merupakan gejala universal, ditemukan
dimana dan kapan pun dalam kehidupan individu dan masyarakat.
Universalnya
agama dalam kehidupan manusia , bahkan pengakuan allah adalah tuhan mereka,
dinyatakan oleh firman Allah Al-Araf [7]:172 mengungkapkan pengakuan ruh
manusia ketika masih dalam kandungan bahwa allah adalah tuhan mereka. Hadis nabi
juga mengungkapakan bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah
(menganut agama fitrah yaitu islam). Kalau nanti ternyata anak itu tidak islam
lagi, hal ini karena salah didik orang tua dan masyarakat mereka.
Ayat dan hadis ini dipahami oleh umat islam dan
cendekiawan muslim yang meyakininya sebagai penjelasan tuhan pencipta manusia itu
sendiri. Pencipta lebih mengetahui ciri alam dan ciptaan-Nya. Dalam uraian
tentang unsur kehidupan beragama akan dijelaskan bahwa beragama adalah
pembawaan dan kebutuhan dasar manusia dan bagaimana kaitanya dengan dakwaan banyak orang mederen yang
menyatakan bahwa mereka tidak beragama dan tidak percaya kepada tuhan lagi.
B. Rumusan
Masalah
Dari
uraian latar belakang diatas maka dapat ditarik beberapa permasalahan
diantaranya :
a. Bagaimana
Pengertian Agama, Cara beragama dan fungsi agama?
b. Bagaiman
aspek-aspek agama?
C. Tujuan
Dengan
melihat permasalah diatas, maka penulisan makalah ini bertujuan :
a. Untuk
Mengetahui Pengertian Agama, Cara beragama dan fungsi agama
b. Untuk
mengetahui aspek-aspek agama
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan)
dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan
dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama"
berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti
"tradisi".Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa
Latin religio
dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti
"mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat
dirinya kepada Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah
suatu sistem yang terpadu yang terdiri atas kepercayaan dan praktik yang
berhubungan dengan hal yang suci. Kita sebagai umat beragama semaksimal mungkin
berusaha untuk terus meningkatkan keimanan kita melalui rutinitas beribadah,
mencapai rohani yang sempurna kesuciannya
1. Definisi
Definisi tentang agama
dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak
terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama
yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Agama merupakan
suatu lembaga atau institusi penting yang mengatur kehidupan rohani manusia.
Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik
persamaannya dan titik perbedaannya.
Manusia memiliki kemampuan
terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan
bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu
tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu
ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha
Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll.
Keyakinan ini membawa
manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan
diri, yaitu:
ü menerima segala kepastian yang menimpa diri
dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan
ü menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll
yang diyakini berasal dari Tuhan
Dengan demikian diperoleh keterangan
yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam
pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok
pengertian tersebut dapat disebut agama.
2. Cara Beragama
Berdasarkan cara beragamanya:
1.
Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara
ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari
angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal
keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada
minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2.
Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas
yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti
cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada
umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika
berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah
bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya.
Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai
hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3.
Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan
rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati
ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal
dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak
beragama sekalipun.
4.
Metode
Pendahulu, yaitu cara
beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk
itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu,
pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada
orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli
yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum
mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu
semua.
3. Unsur unsur agama
Menurut Leight, Keller dan Calhoun,
agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
·
Kepercayaan
agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar tanpa ada keraguan lagi
·
Simbol
agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
·
Praktik
keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan-Nya, dan
hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama sesuai dengan ajaran agama
·
Pengalaman
keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman keagamaan yang dialami oleh
penganut-penganut secara pribadi.
·
Umat
beragama, yakni penganut masing-masing agama
4. Fungsi Agama
a)
Sumber
pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
b)
Mengatur
tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia.
c)
Merupakan
tuntutan tentang prinsip benar atau salah
d)
Pedoman
mengungkapkan rasa kebersamaan
e)
Pedoman
perasaan keyakinan
f)
Pedoman
keberadaan
g)
Pengungkapan
estetika (keindahan)
h)
Pedoman
rekreasi dan hiburan
i)
Memberikan
identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu agama.
B.
Aspek
Aspek Agama
Agama dan kehidupan
beragama begitu kompleks, untuk memahami fenomena kehidupan beragama diperlukan
pengetahuan tentang aspek apa saja yang dimiliki oleh agama, dengan demikian
aspek aspek kehidupan beragama mirip dengan unsur unsur kehidupan beragama.
Ada beberapa bentuk aspek aspek yang ada dalam agama :
Ada beberapa bentuk aspek aspek yang ada dalam agama :
a) Kepercayaan
Pada Kekuatan Goib
b) Sakral
c) Ritual
d) Umat
Beragama
e) Mistisme
Dan Kebatinan
a)
Kepercayaan pada kekuatan goib
Kepercayaan keagamaan di dasarkan pada adanya
kekuatan goib yaitu tuhan yang berada di atas alam ini (superanatural) atau
yang ada di balik alam fisik, tuhan, roh dan semua yang berbentuk goib adalah
hal hal yang ada di luar alam nyata, kepercayaan pada kekuatan goib daalm ilmu
antropologi lebih dikenal dengan sebutan superanatural beings yang merupakan
inti dari kepercayaan keagamaan .
Oleh karena itu seperti yang dipahami agama adalah
pandangan dan prinsip hidup yang didasarkan pada adanya kekuatan goib yang
berpengaruh dalam kehidupan manusia, menurut pandangan umum atau lebih pada
panndangan masyarakat barat menyatakan bahwa ajaran yang bergantung pada
kekuatan goib di nilai tidak rasional, tidak realities dan tidak modern.
Max weber mengungkapkan bahwa tidak ada masyarakat
tanpa agama, kalau masyarakat ingin bertahan lama maka harus ada tuhan yang
disembah, masyarakat dari zaman kuno sampai modern ini ,menyembah tuhan,
walaupun dengan berbagai bentuk dan rumusannya, agama menurut weber dapat dalam
bentuk konsepsi supranatural, jiwa, ruh, tuhan, atau kekuatan goib lainnya.
Dalam perkembangannya, kepercayaan kepada adanya tuhan yang maha kuasa ini digambarkan oleh manusia atau kommunitas tertentu menurut daya jangkau akalnya masing masing, sifat yang diberikan kepada tuhan pun menjdai beragam dan jumlahnya juga berbeda antara satu masyarakat penganut agama dan msyarakat lain.
Namun ahli antropologi periode awal memandang
sebaliknya, konsep percaya kepada supernantural being, menurt taylor dimulai
dengan kepercayaan kepada animisme, animisme lama lama berevolusi menjadi
polliteisme dan kemudian menjadi monoteisme, yang kemudian mereka percaya
terhadap suatu kekuasaan goib yang ada di balik apa yang mereka sembah secara
material .
Kebanyakan masyarakat penganut agama menggambarkan
tuhan dengan struktur kekuasaan yang ada pada mereka, seperti adanya tuhan yang
maha kuasa dan pembantu pembantunya, ada juga yang menggambarkan tuhan
pencipta, pemelihara, seperti halnya yang tergambar dalam agama hindu.
Kepercayaan kepada hal goib pada tuhan sebagai pokok
kepercayaan beragama, seperti yang telah diungkap diatas juga menuntit
kepercayaan kepada adanya kehidupan setelah mati atau kehidpan akhirat,
kehidupan akhirat juga di gambarkan manusia dan masyarakat penganut berbagai agama
dengan berbagai bentuk yang berbeda, hindu misalnya menggambarkannya dalam
bentuk renkarnasi berketerusan sampai roh tersebut benar benar suci dan kembali
bersatu dengantuhan yang maha kuasa, sedangkan dalam islam seperti yang telah
kita ketahui bahwa setelah mati maka manusia akan menjalani proses hisab yang
kemudian menentukan proses kehidupan di akhirat nanti.
Dengan demikian kepercayaan suatu masyarakat kepada
yang gaib bervariasi dari yang tidak punya asal usul manusia sampai sampai yang
dipercayai berasal dari manusia, yang tidak dari manusia adalah tuhan yang maha
kuasa, mahluk ruhaniah seperti jin malaikat, sedangkan yang dihubungkan dengan
manusia seperti ruh nenek moyang, ruh, tuhan arwah nenek moyang mereka sendiri.
b)
Sakral
Dalam kehidupan beragama juga
ditemukan sikap mensakralkan sesuatu, baik tempat, buku, orang, benda tertentu
dan lain sebagainya. Sakral (sacred) berarti suci. Pasangan dari yang sacral
adalah profane yaitu yang biasa-biasa
saja, yang alamiah. Kitab Al-Qur’an, bulan ramadhan, Tanah Haram, Waliullah,
Ka’bah adlah suci dalam agama islam
Secara material, fisik atau kimiawi,
hal-hal yang dipercayai sacral sama saja dengan yang lain yang tidak dipercayai
sebagai yang sacral. Menurut Durkheim, manusia atau masyarakat yang memercayainhnya itu sejalan yang
menjadiknannya suci atau bertuah, tidak karena adanya suatu yang lain atau
istimewa dalam benda tersebut.
Anggapan atau kepercayaan sebagai yang suci ini dating dari subjek yang
menganggap atau memercayainya, tidak pada objek yang dipercayai sebagai yang
suci itu. Suci atau sacral bukan sifat benda itu sendiri tetapi dibeikan manusia atau masyarakat yang menyucikannya
kepada benda yang disucikan. Oleh karena itu, suci adlah sifat pasif pada benda
yang disucikan.
c)
Ritual
Kepercayaan
kepada kesakralan sesuatu yang menuntut
ia diperlakukan secara khusus, ada tata cara perlakuan terhadap sesuatu yang
disakralkan. Ritual adalah kata sifat dari rites dan juga ada yang merupakan
kata benda, sebagai kata sifat ritual adalah segala yang dihubungkan atau disangkutkan dengan upacara keagamaan,
sedangkan sebgai kata benda adalah segala yang bersifat keagamaan, seperti
Upacara Gereja Katolik (Hornby 1984:733).
Ritus
berhubungan dengan kekuatan supernatural dan kesakralaan sesuatu, karena itu
istilah ritus atau ritual dipahami sebagai upacara keagamaan yang berbeda sama
sekali dengan yang natural, profane dan aktivitas ekonomis, rasional
sehari-hari.
Dalam
agama, upacara ritual ini bisa dikenal
dengan ibadat, kebaktian, berdoa, atau sembahyang. Setiap agama mengajarkan
berbagai macam ibadat, doa dan bacaan-bacaan pada momen-momen tertentu yang
dalam agama islam dinamakan dengan zikir. Kecenderungan agama mengajarkan ibadat dalam kehidupan sehari-hari supaya
manusia tidak terlepas dari kontak dengan tuhannya. Bahkan dalam islam semua
aktifitas manusia hendaknya dijadikan
ibadat kepada allah SWT (QS. Al-Dzariyat [51]:556).
d)
Umat Beragama
Agama tidak ada tanpa adanya umat penganut agama
tersebut. Komunitas penganut agama terdiri dari beberapa fungsi keagamaan. Ada
yang memimpin upacara, ada yng menyiapkan tempat dan alat upacara, dan
sekaligus mereka menjadi peserta upacara, ada yang befungsi sebagai penyampai
ajaran agama, sebgai dai, misionaris, atau zending.
Memercayai
adanya kekuatan gaib yang berpengaruh dalam kehidupan manusia dimiliki oleh
banyak orang. Adanya kesamaan kepercayaan tersebut atau kekuatan gaib itu
menjadi perekat kesatuan komunitas atau umat yang mempercayainya. Sebgai
contoh,Percaya kepada allah SWT adalah pemersatu dikalangan umat islam.
e)
Mitisisme dan Kebatinan
Kalau supernatural dan sacral adalah aspek
keyakinan, ritual adalah aspek perilaku dari ajaran agama, ketiganya
menimbulkan kesan rasa atau penghayatan ruhaniah dalam diri yang memercayai dan
mengamalkan ajaran agama. Aspek ruhaniah ini dinamakan mistik adalah
kepercayaan atau pengalaman tentang kemistikan. Kemistikan adalah makna tersembunyi,
kekuatan spiritual yang menimbulakn sifat kagum dan hormat. Mistisme juga
berarti bahwa pengetahuan tentang tuhan dan kebenaran hakiki hanya mungkin
didapatkan melalui meditasi dan
perenungan spiritual, tidak melalui pikiran dan tanggapan panca indra.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Manusia adalah mahluk yang kompleks. Dia tidak cukup
hanya diberi makan,pakaian dan perumahan, walaupun kebutuhan material ini juga
penting. Manusia membutuhkan keyakinan dan sesuatu yang dipercayai. Manusia membutuhkan
harapan yang tinggi dalam menghadapi hidup. Ruhani manusia membutuhkan makna
spiritual tentang sesuatu yang disaksikan dan digelutinya. Kebutuhan-kebutuhan
ini diisi oleh agama .
Kehidupan beragama punya prinsip bahwa pedoman dan
jalan hidup manusia pribadi dan bermasyarakat tidak mungkin hanya dicari
sendiri oleh manusia. Ia memerlukan petunjuk dari kekuasan supernatural.
Sekuralisme dan materialism yang dicari dan dirumuskan sendiri oleh manusia
jelas tidak mampu mengisi kebutuhan
spiritual dan religious tersebut.
Agama
dan kepercayaan yang bermacam ragam juga menawarkan cara yang bermacam raga
untuk mengisi kebutuhan tersebut. Cara-cara tersebut tergantung dari
kondisi social budaya yang berkembang.
Cara dan ajaran yang ditempuh oleh masyarakat primitive tentu tidak cocok untuk
masyarakat yang sedadng berkembang dan masyarakat maju. Karena itu risalah
agama diturunkan tuhan kepada banyak nabi untuk masing-masing periode
perkembangan kehidupan dan kebudayaan manusia, namun manusia juga banyak yang
mencari sendiri cara pengisian kebutuhan spiritualnya dan ada pula teegelincir
kepada tindakan yang membahayakan diri mereka sendiri.
Manusia yang hidup dizaman yang kehidupan makin kompleks, punya
kebutuhan komprehensif dan terpadu. Manusia konteporer membutuhkan agama yang
dapat mengisi segenap kebutuhan fisik, rasional, social, dan spiritual secara
komprehensif dan terpadu.
B.
Saran
Daftar Pustaka
Agus, Bustanuddin.2007,
Agama dalam Kehidupan Manusia. Jakarta. PT. Raja Grafindo
Persada.
Situs
Internet Http:/indraak11253.blog detik.com/tag/kontrofersi.